Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

FILOSOFI DAUN KERING

Gambar
FILOSISOFI DAUN KERING OLEH: Neni Nurachman & Rita Fatimah Sumber foto: Koleksi Pribadi Ali Elkinchi Tinggalah daun yang jatuh, Terhempas, mengering lalu hilang tanpa ada yang melihat. Ada, aku melihatnya. Angin membawa daun itu pergi. Takut daun itu makin merana atas persetruan dua orang yang dia saksikan. Biarlah angin menghempasnya di atas genangan air. Agar daun itu mampu memberi nutrisi bagi pohon lainnya, Sekalipun rumput liar. Kadang demi kesetimbangan alam sang daun memang harus hancur Demi memupuk pohon yang menjulang tinggi Demi menyejukan bumi Demi menyuburkan tanah tempat berpijak setiap makhluk Ia jatuh terhempas dan hancur Sungguh, dia bahagia. Setidaknya ada oksigen yang menyejukkan Berguguranlah wahai daun Jasamu menahan ego Kau tak lena dalam ranum klorofilmu Ragamu kau korbankan demi mahluk lain Sungguh Celaka jika kau dibakar Takkan hadir nutrisi Takkan tumbuh daun lain Teriaklah engkau Bahwa tak mau mencicip panasnya

Emak v.s Emak

Gambar
Oleh: Neni Nurachman "Waduh! Pak, hati-hati!" Temanku memekik. Tak lama berdecit suara rem diinjak mendadak. Pak sopir taxi geleng-geleng kepala. Dia lap keringat di kening. "Udah lampu sen ke kiri belok ke kanan. Itu anakknya tidur gak ditali pula!" Aku mengomel. "Ibu-ibu aja jengkel ya liat temen begitu, ya Mbak?" Pak sopir menyeringai. Terlihat emak pengendara motor tadi melaju makin cepat. Seorang anak dibonceng. Kepala anak itu bergerak perlahan miring ke kanan. Makin kekanan. "Ih, menepi dulu kenapa?" Temanku berpekik. "Itu anaknya tertidur gitu. Ditali kek, berhenti dulu kek, kasian kalau dia terjatuh. Nggak takut kesenggol kendaraan lain ya?" Omelanku bervolume tinggi. Semua mata seisi taxi memperhatikan emak bermotor itu. Pak sopir mesam-mesem mendengar kami yang terus berisik. "Tapi bisa ya tuh anak dibonceng, tertidur tapi pegangan kuat." Temanku makin tajam memperhatikan. CITTTT. Lagi-lagi rem mendadak.

Me and My Student

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Senin lalu, di sekolah ceremonial peringatan hari santri nasional. Secara sekolahanku berbasis pesantren. Hingar bingar syiar Islam. Ajang lomba antar kelas digelar. Kelas yang nggak ikutan mata lomba didenda. Ini sih biar semua partisipasi. Lah panitianya juga osis dan para santri. Semua siswa dan guru, juga staf menggunakan pakaian santri. Semua sarungan, peci hitam tentu, juga sandal. Ya, hanya di hari itu boleh sandalan seharian di sekolah. Saat rehat, aku dan siswa kelas XII IPA 1, berpose untuk mengabadikan moment. Tetep narsis dan eksis untuk dokumentasi kenangan. Semula depan perpustakaan, tapi cahaya kurang sip. Ahirnya pindah ke taman sekolah. Menuju taman meatinberjalan beberapa meter ke pintu teras. Tembok pembatas sekitar 60 cm menghalangi. Reflek atau kebiasaan, aku melangkahi tembok. Sarung ditarik. Tak masalah, training panjang masih menutup betis. Terdengar tawa tertahan dari semua murid. Sebagian mereka mengikuti caraku lompat tembok. &quo

BEDA ITU INDAH JIKA ...

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Alloh SWT. menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Agar kita saling mengenal satu sama lain. Kita bisa melihat di dekat kita. Sangat sekat. Kita tahu, di negeri Indonesia ini banyak suku bangsa. Tentu setiap suku memiliki budaya masing-masing. Satu diantaranya ya cara berbahasa. Cara berkomunikasi. Jangankan antar suku, sesama suku saja banyak perbedaan. Misalnya, suku sunda. Orang Tasik dan orang Cianjur, misalnya, ada banyak perbedaan. Perbedaan akan membawa harmony indah, jika saat bertemu saling memahami, saling 'tepo seliro'. Mengetahui bagaimana cara bertutur atau gestur satu sama lain. Keduanya berperan. Tidak satu pihak saja yang memahami. Mestilah keduanya. Jadi teringat, ketika pekan pertama ada di kos-kosan. Kota Yogyakarta waktu itu. Aku kaget dan 'paciweuh' bertanya ke penghuni lain. "Ada apa?kenapa ada yang berantem di halaman dibiarkan? Bisa manggil atau lapor ke Ibu kos?" Teman-teman sekos malah tertaw

Seandainya

Gambar
Seandainya... Andai mendidik itu kita ibaratkan sedang bercermin. Bayangan yang muncul adalah diri kita sendiri. Keadaan murid itu, ya pantulan dari diri kita, yang katanya sebagai guru...😁 Ketika ada 'cemong'  pada bayangan diri di dalam cermin, tentu kita mematut diri.  Membersihkan diri, hingga bayangan terlihat bersih. Nah, bayangan itu siswa kan? Cerminnya adalah pola kita mendidik. Ketika bercermin, jilbab kita atau peci kita miring, tentu tidak memecahkan cermin kan ya...😁 Atau tentu kita tidak membuang jilbab/pecinya...😂 Kita membenahi diri, hingga pada cermin, peci dan kerudung rapi. Lagi-lagi kita hanya butuh waktu, dan kesabaran untuk mematutkan hasil bercermin...😊 Mendidik memang pelik...😥 Sering kita menganggap siswa harus berfikir seperti pikiran kita..(😁 itu mah mungkin hanya saya...) padahal kita tahu, ada keunikan dalam pikir manusia, siswa juga ya manusia..😁 Kalau kata pakar pendidikan mah 'multiple intelegence'. Kita hanya butuh waktu

Aku, Kau dan Rintik Hujan

Gambar
Aku, Kau dan Rintik Hujan Tahukah kau tentang rindu? Batas antara hasrat dan asa Terkadang datang seperti hembusan angin Sering seperti rintik hujan Datang, berlalu Karena terik menerpa Sesekali seperti burai hujan nan deras Hampir seperti bah yang tak terserap pori bumi Mengalir seperti kuat arus listrik, Menyengat jika tak terisolasi Menuai rasa dengan segala daya Itukah rindu kau untukku? Neni Nurachman Rawa, 25 Agustus 2017 21.05 WIB

Senandung Luka

Senandung Luka Oleh: Neni Nurachman Tegak Di antara gemulai daun padi Angin yang berlalu pergi Membawa luka hati Senandung lirih Berbaur lenguh kerbau Gerombolan pipit bertengger tak terhalau Jingga telah bersemburat Rona bahagia semesta Meski petani lara Gabah tak jua terbawa Tasikmalaya, 22082017

Indonesiaku Sayang

Gambar
      https://m.kumparan.com/bergas-brilianto/bendera-indonesia-dilecehkan-di-buku-panduan-sea-games-menpora-berang?utm_source=Facebook&utm_campaign=int&utm_medium=post Link di atas memuat berita tentang bendera Indonesia tercetak terbalik. Sengajakah? Anggap saja tidak sengaja. Wajar kita, bangsa Indonesia merasa dilecehkan. Tetapi untuk event sebesar itu, apa iya tak ada editing sebelum naik cetak? Lha tulisan yang tayang di koran harian daerah saja ada editing. Ups, sudah, tak usah terprovokasi emosi. Emosi wajar. Marah bahus malah. Tetapi para pejabat berwenang sedang mengurusnya. Tak usah menyeruak kebencian, kqrahan dan emosi negatif yang berlebihan. Yuk, doakan saja agar permasalahan cepat selsai. Tentu Alloh SWT. telah mentakdirkan demikian. Ada hikmah dibalik semua ini. Alloh menginginkan solidaritas dan kesatuan bangsa Indonesia makin kokoh. Tidak larut saling ejek antar sesama bangsa. Tidak latut dalam pro dan kontra pada kebijakan petinggi negeri sendiri. Perb

Itok Tagiwur

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Kota Baru Kota Lama (dua terowongan) Wlingi Blitar (Senja di Statsiun Blitar) Lung Agung Kediri Nganjuk (teman di Pragama) Madiun Paron Sragen Solo Balapan (22.34) Yogyakarta (23.24) Kutoarjo (00.29) . . . Eta absenan statsiun. Tadina Itok sieun kapoosan. Kabayang meureun kudu kabawa ka Bandung mah manehna teh. Bisa jadi nambah poe tah nepi ka lembur. Lumampah jauh, naek kareta. Mulang ti Malang, sieung kaliwatan statsiun Tasik. Edas atuh da kacida, maenya geus diitung ti Malang keneh? Abong Itok, dusun tara sasabaan jauh. Basa inditna mah, manehna jongjon. Paling diguyahkeun petugas. Da kandangna nya di Malang, Kota Baru. Kitu cenah ceuk kondektur kareta harita ngabejaan Itok. Kagareuwahkeun sora musik na HP. Horeng panumpang gigireunana akur ngacas hape na. Edas eta ngaheang wae musikna mani tarik. Mimitina lagu religi, aya sholawatan sagala. Terus ngagamreng musik band ceuk barudak ngora mah. Rada lila, sababaraha lagu. Gonjreng teh diteruske

Gagal Fokus

Langkahku buru-buru, seperti biasa. Kedua tangan membawa tumpukan buku dan berkas. Tepat di depan pintu kelas X IPA-1, aku urung masuk. Tiga patas yang tak asing menyapaku. "Hai! Ibu! Apa kabar?" Histeris dan sumringah ketiga pemuda itu. "Ngqpain nongol di sini? Mau dikasih PR fisika lagi?" Selorohku. Mereka terbahak. Ketiganya tampak lebih subur, dibanding empat bulan lalu, ketika masih berseragam putih abu. "Aku jadinya ambil Kesmas bu, di STIKES" Pemuda paling sehat itu berbagi bahagia. "Saya mah nyari kerja dulu we, Bu. Gak apa-apa kan?" Lelaki yang paling mungil bercerita, tetap ceria. "Nah, kalau saya di UIN Bandung Bu, beasiswa. Program Tahfidz, Alhamdulillah." Notabene murod paling nyantri di kelasnya waktu itu, tak keinggalan bicara. Aku, dan ketiga puda itu tenggelam melepas rindu. Walau hanya sekitar lima menit. Aku pamit, mengangguk saja. Tanganku tidak kosong. Tanpa peduli lingkungan lagi, aku masuk kelas. Seketika k

Itok Ngahanyu

"Duh, eta kopi bet bahe. Cik atuh Abah, ngopi-ngopi wae mani motah." Itok kukulutus. "Lain motah, Abah gagal fokus. Malaweung mun ceuk urang mah. Eta atuh da, ningali tipi. Barudak ting galujubar. Ngojay na balong nu caina herang, ngagenyas." Ceuk Abah Iding. "Lain balong Abah. Kolam eta mah kolam. Cing atuh gaul, Bah." Itok memener basa Si Abah. Panona rarat reret. Neangan barang nu bisa dipake meresihan ci kopi nu bahe. "Ayu! Ayu, kadieu!" Itok nyelukan adi beuteungna. Torojol Ayu datang, "Kumaha Ceu?" Pokna teh, ngareret saeutik, da ranggem ku HP di leungeun kenca, pulpen dinu katuhu. "Aya elap Yu?" Itok tumanya. "Euhhh." Teu kebat Ayu nempas, kapegat sora Abah Iding nu kacida bedasna. "AY ELAP YU TU, AMBU ITOK!" Ceuk Abah Iding, sorot matana cenghar. Itok ngahuleng. Teu ngarti. Komo leungeun katuhuna dikeukeuweuk ku Abah Iding. Bati terus nyarita "AY ELAP YU TU." Sanggeus leungeuna d

Kepo dalam Senyap

Oleh: Neni Nurachman "KIRI DEPAN!STOP" Aku menghentikan angkot. Sekolah yang kutuju lumaha 300 km lagi. Mampir dulu toko. Niat beli roti dan minum. Mengganjal perut sebelum segerombolan nasi masuk lambung. Jelang shalat jum'at pelayan sudah berangsur istirahat sebagian. Penjaga kasir masih berada di arenya. Septrtinya telah buru-buru. Nunggu diganti pegawai perempuan. Walau bel kunjung datang. Layanan kasir lumayan lama. "Maaf Bu, sedang ada gangguan." Ujdrnya. Senyuman terlatih mengembang, kedua telapak tangan menangku di depan dada. Punggungnya sedikitembungkuk. "Ga Apa-apa." Jawabku, sedikit melirik ke kiri dan kekanan. "A, yang itu satu!" Seorang pemuda menunjuk deretan barang yang akan dia beli. Walau memakai pakaian kaos dan celana panjang katun. Terkaanku usianya ya anak SMA. 'Tapi nggak mungkin anak SMA, lha masih jam sekolah behini' Pikirku. 'Bisa jadi anak itu baru lulus SMA' Berkecamuk lagi suara-suara dalam

HAMPA DALAM RIUH

Gambar
Oleh: Neni Nurachman "Udah dong, simpan gadgetnya. Ini saatnya tidur, istirahat dan our time nih." Ujarku manja. Hatiku sangat iri padanya. Lelaki kekar belahan jiwaku, asik mengusap dan mengelus layar androidnya. Hanya membalas rajuku dengan lirikan nakal, melempar senyuman menggoda. Walau lebih kurasakan macam ejekan tersadis. Dunia terbalik. Biasanya aku yang selalu diingatkan agar lekas mematikan android. Dia menyarankan tidak berselancar di layar gawai jelang tidur. Sehingga aku yang selalu terganggu dengan ajakan dia untuk larut dalam obrolan ringan. Ritual berbincang bahkan bersenda gurau itu wajib jelang beranjak tidur antara aku dan dia, jauh sebelum keranjingan medsos menimpaku. Juga dia. Semenjak dunia ghaib mengganggu kami, ritual itu tidak terlalu intens. Sekedar pelipur kewajiban saja. Dilakukan sembari masing-masing sibuk dengan gadget. ***** Selama empat pekan HP rusak. Padahal di pekan itu deretan deadline berbaris. Beberapa kelas online melalui WA, faceb

Aku Selalu Bangga padamu, Mbok!

Gambar
Oleh: Neni Nurachman “Mas Danang! Mau ikut Mbokmu apa Bapak?” Setengah membentak suara lelaki paruh baya di tengah temaram lampu minyak. Anak lelaki itu menunduk. Ada getar memanas dalam dadanya. Tak kuasa ia menatap bapaknya. Apalagi menjawab pertanyaan yang tak ia fahami. Bagaimana dia harus memilih Mbok dan Bapak. Tidak bisa ia pilih salah satu. Dia makin menunduk. Tangisnya tidak pecah. Isakan dia tahan. Jika meledak tangisnya makin menjadi amarah Bapaknya. “Mbok ngak apa-apa sendiri, Le.” Perempuan itu mengusap kepalanya. Lembut. Terasa seperti dia meneguk air es teh manis saat dahaga. Anak itu melirik Mboknya. Lalu menatap ke arah lelaki yang mengajukan pertanyaan. Nanar. “Aku ikut Mbok.” Bergetar dia menjawab pertanyaan itu. “Kowe kudu melu Bapak, Le!” Bentak lelaki kurus berambut putih itu. Tanpa sempat mengemasi pakaian atau buku pelajaran. Anak lelaki itu mengikuti langkah bapaknya. Pergi meninggalkan rumah kayu. Rumah tempat dia bercengkrama dengan ketiga adik perem

Penantian Senja

Rintik menderas Bah membuncahi jalanan Pulang terhambat Petir menyambar Bak menantang sesumbar Jantung bergetar Ranting meliuk Derak gerak baraduk Pohon merunduk Tak jua reda Laju terobos senja Burai menoda Singaparna, 28 April 2017 Neni Nurachman

Jihad Kaum Fesbukiyah

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Ada yang besenandung, yang bingung juga. Ada yang bahagia, pun yang lara. Ada yang bercerita, juga menyimak. Beribu aktifitas karya ketukan jempol terpampang di status facebook. Keluhan,  curhatan,  luapan perasaan,  hayalan,  kerinduan,  kecintaan,  bahkan lantunan do'a. Memang jamannya begini,  tak bisa mengelak.  Siapapun yang tak 'fesbukan' umumnya dianggap kuno, jadul dan sebutan lain yang mengarah ke arti kurang update, tidak kekinian. Walau alasan yang taj pernah 'fesbukan' dan atau jarang 'fesbukan' sangat beragam. 'Fesbuk' banyak madarat dari manfaatnya.  Ujar salah seorang pengguna medsos ini. Tidak salah,  karena itubyang dirasakannya. Berdasarkan pengalamannya juga. Bisa jadi beberapa ratus orang bahkan ribu beranggapan sama. Tidak sedikit orang memanfaatkan fesbuk untuk kemaksiatan,  untuk menipu orang lain, untuk mengumbar fitnah,  menyebar berita bohong dan terbentyklah opini publik fesbukiyah.  Tentunya a

Apa Kabar Hati?

Gambar
Apa kabar hati? Setelah ditempa tiga pekan dengan puasa. Apakah sudah berangsur bersih?  Sebagai cerminan jiwa Cerminan ahlak Apakah engkau telah meredam semua egomu,  wahai hati? Bulan Ramadan berangsur meninggalkanmu, Apakah engkau akan mampu menahan lisan dari segala kata tak bermanfaat? Apakah pikir akan berhenti berprasangka? Apakah mata akan yertunduk dari kemaksiatan? Apakah tangan akan terhenti dari segala gibah jemari? Apakah kaki akan terhenti melangkah ke jalan yang salah? Apa kabar engkau wahai hati? Mampukah setelah idulfitri engkau mengendalikan semua jasad ini? Seperti pada bulan seribu pahala,  senantiasa mengarah pada yang haq. Mampukah engkau wahai hati? Berbagi tanpa pamrih,  seperti di hari ini? Gundahkah engkau akan meninggalkan bulan ini? Semoga gelisahmu bukan karena belum memiliki pakaian dan segala pernik untuk lebaran. Neni Nurachman Singaparna,  18 Juni 2017

Sendal Jepit Baru

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Empat hari telah dilalui, di bulan Ramadhan ini. Segala kegiatan tahunan tentu sangat dinanti semua muslim. Termasuk di kampung tempat tinggal Keluarga Abah Iding. Ambu Itok menjadi bangun dini hari menyiapkan makan sahur. Anak-anaknya Ujang dan Ade,  kembali mengikuti pesantren ramadhan di mesjid jamie tengah kampung. Malam itu, usai tarawih di surau dekat rumahnya. Ade berbincang pada ibunya, Ambu Itok. Bercerita apa saja yang dia lajukan seharian. Terutama saat Ambu Itok belum oulang dari tempat kerja. "Bu, tau nggak? Sendal jepit Adul hilang sebelah. Jadi dia main nggak pakai sandal." Ade mulai menceritakan teman mainnya. Anak tetangga yang baru berusia 3 tahun. "Lalu?" Telisik Itok. "Tadi Ade memberi sendal ke Adul." Jawab Ade. "Sendal yang mana? Masa anak laki-laki memakai sendal perempuan. Kan nggak boleh itu." Sahut Itok. "Tadi,  Ade belikan sendal baru. Sendal jepit. Tujuh rebuan,  Mbu." Ade malanjut

Pelangi Belah Ketupat

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Dia tertegun,  merenung. Hatinya belum berani mengutarakan hal ini. Sepulang tarawih malam ini. Tarawih pertama dalam hidupnya, pengalaman unik,  dan tentu bulan Ramadhan pertama setelah pernikahannya. Perempuan muda itu turut tinggal bersama suaminya, di sebuah rumah mungil area perumahabun. Walau baru mengontrak. Suaminya belum tahu apa yang dia lakukan tadi di mesjid. Yuli, perempuan yang sedang kebingungan, tetap duduk, masih berfikir kata yang baik dan sopan untuk bertutur pada suaminya. Dia putuskan,  untuk membicarakan esok hari saja. Momennya kurang pas jika diobrolkan sekarang ini. Dia bergegas menuju dapur. Memasak untuk persiapan sahur pertama, di rumah ini. Seadanya dengan hidangan request sang kekasih. Biar dihangatkan nanti jelang makan sahur. Malam berlalu. Tidur perempuan muda ini tak nyenyak. Bukan hanya karena sahur malam pertama di bulan Ramadhan yang dia lalui bersama sang suami. Dia masih memikirkan kalimat yang tepat untuk berbecara esok h

The Power of Target

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Pernahkah kita menuliskan tujuan hari ini? Terlalu rumit memang jik tak biasa. Mengapa harus ditulis segala. Bisa jadi itu jawaban hati kecil kita. Jika tujuan lima atau sepuluh tahun yang akan datang? Bisa ada yang menjawab ya, bisa juga tidak. Hidup itu mengalir saja. Tidak usah dibuat ribet. Mengalir seperti air. Seperti itulah kira-kira yang pernah saya dengar. Maksudnya tentu hidup dibuat santai. Tidak menentukan capaian, atau kata lain target. Orang bebas berpendapat. Tetapi, ada juga yang menerjemahkan peribahasa 'hidup seperti air' itu penuh makna. Mengalir dengan kekuatan dan segala sifatnya. Jika dihambat dari satu sisi, maka dengan segala kekuatannya mengalir ke arah lain. Jika dihambat dari semua penjuru, maka meluap dan membuat banjir. Lain kepala, lain juga pendapat. Air yang fleksibel, menunjukan bahwa dalam hidup kita memiliki banyak target. Gagal target yang satu, pindah dan lakukan target lain. Target sering juga dinamai dengan impian

Milih Saha?

Ku: Neni Nurachman Tilu minggu ieu barudak leutik di buruan ngarobrol perkara pamilih. Naha milih Ahok-Jarot atawa milih Anis-Sandi. Rupa-rupa paripolahna teh. Nepika pasea parebut nomer dua jeung tilu. Ade jeung baturna milih nomer tilu. Ujang oge jeung sababaraha baturna milih nomer tilu. Aya oge sawareh barudak milih nomer dua. Adu regeng, persis jiga dina acara tipi, maseakeun nomer. Parea-rea omong pedah beda kahayang jeung beda pamilih. Nepika hiji waktu si Ade ditanya ku indungna, Ambu Itok. "Ade, naha ari rerencangan Ade nu namina Uly, lami tara ameng kadieu?" Tanya Ambu Itok . "Ah bongana milih nomer dua, Mbu." Jawabna teh pondok. Adu pamikiran nu ditayangkeun dina tipi, nerekab oge di pangulinan. Silih poyok, silih baeudan. Salila tilu mingguan. Komo deui kolot jigana teh. Boa aya nu nepi ka parasea. Nu bobogohan nepi ka putus. Muga-muga teu kakocap anu papirak alatan beda pamilih. Cunduk tanggal salapan belas april duarebu tujuhwelas. Ade jeung Ujan

Kotak Kayu Klasik

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Gong bergaung teratur. Diantara alunan nada perangkat degung lainnya. Nyanyian sunda klasik bertubi memanjakan pendengaranku. Menikmati setiap dentang kecapi. Sinden belia berulang dan estafet melantunkan nada mengiris hati. Sesosok berkelebat di pelupuk mata. Tatapannya seolah nampak, tajam menusuk jantung. Senyumannya seperti nyata menggetarkan gelora jiwa. Belaian tangannya serasa mengelus rambutku. Semua serasa nyata. Dia hadir diantara semarak nada sunda.  Hari ini, meski kuning langsat kulitnya tenggelam dalam usia senja. Tetap bersih, apalagi rona wajahnya. Terpancar berbuah usapan wudhu setiap saat. "Nela, ambilkan kotak di dalam lemari. Di rak paling bawah ya." Perempuan tua itu terbata, dibalik desah nafas tersenggal. "Baik, Nek. Sebentar." Aku bergegas, mencari benda yang diminta Nenek. Aku hampiri lemari jati, berukir jepara. Sedikit berdebu. Tiga bulan tak pernah tersentuh kemoceng. Semenjak nenek sakit, entah sakit apa. Setiap

Endog Lini

Gambar
Ku: Neni Nurachman Caricangkas jeung jangkrik teu nyoara. Waktu geus liwat ti sareureuh kolot. Teu pati simpe teuing peuting ieu. Sakali-kali sora kohkol ngelentrong, ciciren nu ngaronda masih keneh nyaring. Ambu Itok ngaroris panto, tuluy tutulak. Lampu-lampu dipareuman, iwal ti nu nyaangan pipir jeung teras hareup. Ret ka lebah kamar Ujang. Ambu Itok noong tina lawang panto, nu ngahaja teu dirapetkeun nutupna. Sup ka kamar Ujang. Ambu Itok nyimbutan tur ngabebenah budakna nu ngageubra. Lampu di pareuman, diganti ku lampu nu remeng-remeng Terus ka kamar Ade, lowong taya sasaha. Karek inget yen si bungsu ngendong di Uwana. Jetrek, mareuman listrik. Kamar Ade meredong. Ambu Itok bebenah. Wudhu, terus kekeprik kasur, memeh sare. Kamarna satengah poek. Kacaangan ku lampu leutik warna bungur. Gep kana HP, terus ngetik, ngirim WA ka nu jadi salaki. Abah Iding acan mulang, aya gempungan di bale desa. ***** "Ambu! Ambu!" Jandela kamar di ketrok sababaraha kali. Abah Iding ngage

Sepi

Meminta tak diberi Bertanya tak berjawab Tersenyum tak berbalas Sepi ini Berbalut luka? Berbalut duka? Berbalut suka? Berbalut bahagia? Berbalut jengah? Tetap tak bersua jawaban Sunyi dalam riuh Gemuruh makin menenggelamkanmu Ku tak mampu menemukanmu Sekalipun hanya bayangan Termangu memangku rindu Mendekap senyap Hingga kau pun berlalu Membiarkanku tetap memaku Pilu Adakah tingkah salah? Mungkin aku terlalu pongah? Maafkan aku, hati bergumam Ku tahu kau tak dengar #Puisi_Neni Neni Nurachman Cintawana, 6 April 2017 Sepimu mana Moethmainnah Az-Zein? Sepiku? Disini, Di belantara kata Ia terjaga, Mengeja rasa Menggumam Maya Menahan tawa Eh, Kenapa tawa? Bukankah ia terpenjara? Dalam bahasa yang kau terka? Tak jua bersuara? Berdua bahagia? Dalam senyap Yang pengap Aduhai, Salah? Pongah? Bebaslah, Enyahlah! Iin Muthmainnah Kutai kartanegara, 06 April 2017

Ayo Bernasyiah dengan Riang Gembira

Gambar
Oleh : Neni  Nurachman Nasyiah merupakan perkumpulan para perempuan usia dari 17 tahun sampai dengan 40 tahun, berdasarkan AD dan ART organisasi ini. Organisasi otonom dari persyarikatan Muhammadiyah. Jelas nampak yang terkumpul di dalam nasyiah adalah para perempuan muda dan produktif. Karena menurut WHO manusia produktif adalah dari 14 tahun hingga 64 tahun. Walaupun kategori pemuda menurut Undang-Undang Kepemudaan adalah dari 17 tahun sampai dengan 30 tahun. Namun semua tercover dalam nasyiah. Kiprah Nasyiah adalah mewujudkan puteri Isalm yang sebenar-benarnya. Fokus pada pendidikan, keperempuanan dan perlindungan anak. Apakah para penghuni perkumpulan ini hanya mengurusi organisasi ini saja? Tentu tidak. Para perempuan muda dalam Nasyiah adalah perempuan super. Para perempuan muda yang cerdas mengatur waktu secara optimal, waktu untuk tanggung jawab rumahtangga, pekerjaan dan organisasi. Berorganisasi bukan sisa waktu, tetapi menyisihkan waktu. Nasyiah adalah wadah untuk menampun

Tetap Bertahan

Aku tetap masih bertahan, Agar jemari tetap tak gemulai di atas toots, Menuliskan kegaduhan, Di sini, ya disini, Tentang apa? Tetap jemari ini akan di tahan, Hingga kelak kegaduhan berhenti, Apakah nanti akan ditulis? Tetap akan ditahan, Kali ini tak akan dibiarkan merdeka, Menuliskan tentang kegaduhan, Apakah karena takut? Bukan, tidak benar sama sekali, Ada kalanya memang harus ditahan, Agar tak tertuliskan obuat gaduh, Untuk tidak menambah-nambah lagi, Sehingga kehormatan dan wibawa semua tetap terjaga. *** Rawa Kamis,16 Maret 2017 Neni Nurachman

Muhasabah Mengajar

Oleh: Neni Nurachman *) Kegiatan 'keenam' MGMP Fisika SMA Kab.Tasikmalaya adalah telaah soal hingga membuat soal perbaikan. Berdasarkan kisi-kisi dan soal USBN. Pemateri dari widyaiswara P4TK IPA, Bapak Siharto,MT. Kegiatan dilaksanakan hari senin tanggal 3 April 2017.  Untuk kegiatan tatap muka. Esok harinya akan dilakukan kegiatan mandiri berupa praktek. Membuat kisi-kisi tidaklah semudah yang biasa dilakukan. Kisi-kisi dibuat idealnya harus bisa dijadikan oedoman soal oleh siapa saja. Sehingga, pbuatan kisi-kisi mesti teliti. Memperhatikan pembuatan indikator soal dengan kompetensi dasar yang terdapat pada kurikulum. Jika satu Kompetensi Dasar (KD) memuatvbanyak soal, tahapan berfikir hendaknya mencapai KD yang tertera. Tetapi, apabila satu KD dibuatkan satu soal, maka indikator soal menggambarkan ketercapaian KD. Setelah kisi-kisi terkoreksi, dan memenuhi aturan serta berada dalam kategori baik, maka lanjut ke soal yang telah dibuat berdasarkan kisi-kisi tersebut. Soal y

Riuh

Memandang orang Resah hatinya Meracau kalimat kacau Menyimak Ungkapan frontal Arogansi diri memuncak Berucap beralinea Merasa pintar Abaikan nilai rasa Memadu kata Hati tersakiti Tajam lidah menghujam Keras hati Membela diri Abai harga diri teman Rawa, 31 Maret 2017 # Berantai #PuisiNeni

Elok

Pipi merona Disapu tisu Tertunduk malu Malu menatap Senyum pangeran Jemari tetap tertahan Tanya berulang Masih terdiam Mengangguk pun enggan semua memandang Berjuta tanya Semakin menunduk tanpa angguk mata berbinar Tersenyum Angguk berbuah bahagia Tangan terulur Saling menatap Cincin tersemat dijari Duduk gelisah terbirit Dentum tertahan beraroma Langkah tertahan Memaku Riuh tawa bergemuruh Tetap mematung Semakin menyeruak Tangan-tangan menutup hidung #Puisi_Neni Rawa,31 Maret 2017 Neni Nurachman